Minggu, 17 April 2016

Paradigma Positivisme, Konstruktivisme Dan Kritis


Ada tiga pendekatan utama pada ilmu sosial. Ketiga pendekatan atau pandangan ini menyediakan perbedaan dalam asumsi mengenai cara melakukan suatu penelitian sosial. Melalui ketiga pandangan ini kita dapat melihat fenomena atau kejadian sosial dengan cara yang berbeda dan juga melihat gambaran alternatif-alternatif dalam memahami realitas sosial.

Teori Komunikasi Berdasarkan Paradigma Positivisme
Paradigma Positivisme mendefenisikan komunikasi sebagai suatu proses linier atau proses sebab akibat, yang mencerminkan pengirim pesan (komunikastor/encoder) untuk mengubah pengetahuan (sikap/ prilaku) penerima pesan (komunikasn/decoder) yang pasif.

“…..menemukan hukum sebab akibat…Model ini…ciri khas ilmu alam yang menjadikannya begitu sukses, dan asumsinya adalah bahwa jika ilmu sosial bisa meniru ilmu alam, maka ilmu sosial pun akan mencapai sukses yang serupa.” –Emile Durkheim-

Pandangan yang paling tertua yang digunakan dalam ilmu sosial adalah positivisme dimana merupakan pendekatan dalam ilmu-ilmu alam. Melihat suatu kejadian atau gejala sosial atau fenomena yang ada sebagai suatu yang causal (hukum sebab akibat), sesuatu yang terjadi karena disebabkan oleh suatu alasan. Misalnya saja, kurangnya berolahraga dapat menyebabkan fisik menjadi lemah dan mudah terserang penyakit, penelitian mengenai kekerasan dalam televisi yang berpengaruh kepada mental anak, dan penelitian mengenai meningkatnya daya beli masyarakat dikarenakan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Dalam ilmu komunikasi pandangan positivisme digunakan dalam teori kultivasi (Cultivation)  dan teori Agenda Setting.  Dalam pendekatan ini, penelitian terhadap ilmu sosial menggunakan data kuantitatif yang akurat dan menggunakan eksperien, survei, dan statistik untuk mencari ketelitian dan melihat dengan objektif. Positivisme menggunakan asumsi objectivist atau empirical realist, yaitu persepsi atas adanya suatu “realitas” yang sebenarnya ada diluar pemikiran atau pandangan manusia. 

Agenda Setting Theory ( Teori Penentuan Agenda ) - McCombs, M.E. & Shaw, D. (1972)  
Teori Penentuan Agenda (Agenda Setting Theory) adalah teori yang menyatakan bahwa media massa berlaku merupakan pusat penentuan kebenaran dengan kemampuan media massa untuk mentransfer dua elemen yaitu kesadaran dan informasi ke dalam agenda publik dengan mengarahkan kesadaran publik serta perhatiannya kepada isu-isu yang dianggap penting oleh media massa.  Dua asumsi dasar yang paling mendasari penelitian tentang penentuan agenda adalah:
  1. Masyarakat pers dan mass media tidak mencerminkan kenyataan; mereka menyaring dan membentuk isu.
  2. Konsentrasi media massa hanya pada beberapa masalah masyarakat untuk ditayangkan sebagai isu-isu yang lebih penting daripada isu-isu lain.

Asumsi dasar :
Asumsi teori ini adalah bahwa media massa memiliki peran yang sangat besar dalam mempengaruhi khalayak. Jika media memberikan tekanan pada suatu peristiwa, maka khalayak akan menerima begitu saja. Jadi apa yang dianggap media itu penting, maka penting juga bagi khalayak.

Contoh :
Media massa khususnya televisi dalam memberitakan isu tentang pemilihan calon gubernur dan wakil gurbernur DKI Jakarta. Dimana media massa merefleksikan apa yang dikatakan para kandidat dalam suatu kempanye pemilu, media massa terlihat menentukan mana topik yang penting. Sehingga publik bisa terhipnotis dari apa yang diberitakan media massa, sehingga berpengaruh terhadap pilihan masyarakat dalam memilih.

Cultivation Theory (Teori Kultivasi)
Teori Kultivasi (Cultivation Theory) merupakan salah satu teori yang mencoba menjelaskan keterkaitan antara media komunikasi (dalam hal ini televisi) dengan tindak kekerasan. Teori ini  dikemukakan oleh George Gerbner (1960). Teori Kultivasi pada dasarnya menyatakan bahwa para pecandu (penonton berat/heavy viewers) televisi membangun keyakinan yang berlebihan bahwa “dunia itu sangat menakutkan” . Hal tersebut disebabkan keyakinan mereka bahwa “apa yang mereka lihat di televisi” yang cenderung banyak menyajikan acara kekerasan adalah “apa yang mereka yakini terjadi juga dalam  kehidupan sehari-hari”.

Asumsi dasar :
Asumsi teori ini adalah telivisi mempengaruhi publik dalam rangka menerjemahkan fenomena-fenomena yang terjadi disekitarnya. Kultivasi itu sendiri memiliki makna penguatan, pengembangan, perkembangan, penanaman atau pererataan, dalam artian bagaimana terpaan media (khususnya TV).

Contoh :
Pemberitaan tentang tawuran antar pelajar sehingga terjadinya pembunuhan. Pemberitaan tersebut telah membuat resahan orang tua yang takut menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah umum. Maka dari itu orang tua lebih memilih memasukan anaknya di sekolah agama atau pasantren agar anak-anak mereka tidak melakukan tawuran seperti halnya yang mereka tonton di TV.

Catatan-catatan mengenai pandangan secara positivisme, antara lain :
  • Tujuan utama positivisme yaitu, hukum sebab-akibat (causal laws).
  • Peneliti memulai dengan hubungan sebab-akibat yang secara logika diambil dari hukum sebab-akibat dalam teori umum.
  • Peneliti terpisah, netral, dan objektif dalam melakukan penelitian terhadap aspek kehidupan sosial.
  • Manusia berpikir secara rasional.
  • Penjelasan bersifat nomotetis (beraturan) dan berkembang melalui penalaran deduktif.
  • Ilmu sosial seharusnya bebas nilai dan objektif.
Teori Komunikasi Berdasarkan Paradigma Konstruktivisme
Paradigma konstruksionis memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi. Karenanya, konsentrasi analisis pada paradigma konstruksionis adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa konstruksi itu dibentuk. Dalam studi komunikasi, paradigma konstruksionis ini sering sekali disebut sebagai paradigma produksi dan pertukaran makna. Ia sering dilawankan dengan paradigma positivis atau paradigma transmisi.

Paradigma Konstruktivisme menolak pandangan positivisme yang memisahlkan subjek dengan objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivisme justru menganggap subjek (komunikan/decoder) sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosial.

Adabeberapa teori yang terdapat dalam lingkup paradigma Kontruktivisme ini, diantaranya yaitu Teori Kegunaan dan Kepuasan (Uses And Grafications Theory) dan Teori Interaksionisme Simbolik.

Teori Kegunaan dan Kepuasan
Teori Penggunaan dan Pemenuhan Kepuasan (Uses And Grafications Theory) pada awalnya muncul ditahun 1940 dan mengalami kemunculan kembali dan penguatan di tahun 1970an dan 1980an. Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Herbert Blumer dan Elihu Katz (1974). Teori ini mengatakan bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media tersebut.

Dengan kata lain, pengguna media adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Pengguna media berusaha mencari sumber media yang paling baik di dalam usaha memenhi kebutuhannya. Artinya pengguna media mempunyai pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhannya.

Misalnya, seseorang merupakan sekelompok konsumen aktif yang secara sadar menggunakan media dengan memilih media yang tepat untuk memenuhi kebutuhannya  dalah hal informasi atau yang lainnya, baik  personal maupun sosial yang diubah menjadi motif-motif tertentu.

Teori Interaksi Simbolik /Symbolic Interaction - George Herbert Mead (1969)
Orang bergerak untuk bertindak berdasarkan makna yang diberikan pada orang , benda, dan peristiwa. Makna-makna ini diciptakan dalam bahasa yang digunakan orang baik untuk berkomunikasi dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri, atau pikiran pribadinya. Bahasa memungkinkan orang untuk mengembangkan perasaan mengenai diri dan untuk berinteraksi dengan orang lainnya dalam sebuah komunitas.

Asumsi dasar :
Asumsi teori ini adalah seseorang akan bertindak sesuai dengan apa yang dia terima berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepadanya. Terkadang seseorang akan menciptakan makna dari suatu benda atau lambang, simbol melalui proses komunikasi baik pesan verbal (seperti kata-kata, suara, bunyi, dll) maupun nonverbal (seperti body language, gerak fisik, baju status sosial, dll).

Contoh :
Misalnya seorang dosen wanita yang telah bergelar Profesor dalam bidang pendidikan. Beliau akan bertindak sebagaimana apa yang melekat pada dirinya. Mulai dari cara berpakaian sampai pada cara berkomunikasi pasti sangat dijaga karena atribut yang dimilikinya saat berada pada wilayah akademisi atau lingkungan kampus. Akan tetapi jika Beliau berada pada lingkungan keluarga maka beliau akan bertindak sebagai seorang ibu rumah tangga dan tidak lagi sebagai profesor dalam bidang akademisi.

Catatan-catatan mengenai pandangan secara konstruktivisme, antara lain :
  • Berasumsi bahwa setiap orang mendapat pengalaman dunia dalam cara yang sama. Secara interpretif mempertanyakan apakah orang mengalai realitas sosial atau fisik dalam cara yang sama. Orang melihat, mendengar, atau bahkan menyentuh benda fisik yang sama, tetapi memaknai atau menginterpretasinya secara berbeda.
  • Pendekatan interpretif dilakukan dengan dasar dalam penelitian sosial yang bersifat sensitif terhadap konteks, yang menyelami cara-cara orang melihat dunia, dan yang lebih pedulli untuk meraih pemahaman tegas dibandingkan menguji hukum seperti berbagai teori perilaku manusia.
  • Tujuan ilmu sosial menurut pandangan interpretif adalah memahami makna sosial dalam konteksnya.
  • Memandang secara konstruksionis, yaitu realitas yang ada diciptakan secara sosial.
  • Manusia adalah mahluk sosial yang berinteraksi yang menciptakan dan menguatkan makna bersama.
  • Penjelasan bersifat idiografis (representasi secara simbolis atau deskriptif) dan berkembang melalui penalaran induktif.
Teori Komunikasi Berdasarkan Paradigma Kritis
Teori kritis lahir sebagai koreksi dari pandangan kontruktivisme yang kurang sensitif pada proses produksi dan reprosuksi makna yang terjadi secara historis maupun intitusional. Analisis teori kritis tidak berpusat pada kebenaran/ketidakbenaran struktur tata bahasa atau proses penafsiran seperti pada konstruktivisme.

Tradisi kritis memiliki cakupan yang luas. Oleh karena itu teori-teori yang barada dalam tradisi kritis amatlah beraga. Berikut ini akan dibahas :
  1. Marxisme, ajarana Marx yang asli, sebagai dasar yang mengilhami tradisi kritis.
  2. Teori Kritis Frankfurt School, yang mengabil dasar ajaran Marx, tetapi kemudian mengembangkannya dengan berbagai cara yang kreatif.
  3. Postmodernisme, sebagai aliran besar, beserta cabang-cabangnya, yaitu : Kajian Budaya, Poststrukturalisme, Postkolonialisme.
  4. Feminisme, yang secara spesisfik mempelajari ”penjeniskelaminan” yang ada dalam berbagai kehidupan sosial.
Teori  Marxist klasik ini dinamakan ’The Critique of Political Economy’ (kritik terhadap Ekonomi Politik).
Marxisme dianggap sebagai dasar pemikiran dari semua teori-teori  yang ada dalam tradisi kritis. Marxiesme, berasal dari pemikiran Karl Marx,  seorang ahli filsafat, sosiologi dan ekonomi dan Friedrich Engels, sahabatnya. Marxisme beranggapan bahwa sarana produksi dalam masyarakat bersifat terbatas. Ekonomi adalah basis seuruh kehidupan sosial. Saat ini, kehidupan sosial dikuasai oleh kelompok kapitalis, atau sistem ekonomi yang ada saat ini adalah sistem ekonomi kapitalis.

Dalam masyarakat yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis, profit merupakan faktor yang mendorong proses produksi, dan menekan buruh atau kelas pekerja. Hanya dengan perlawanan terhadap kelas dominan (pemilik kapital) dan menguasai alat-alat produksi, kaum pekerja dapat memperoleh kebebasan. Teori  Marxist klasik ini dinamakan ’The Critique of Political Economy’ (kritik terhadap Ekonomi Politik).

Teori Marx tidak bicara ekonomi semata tetapi ”usahanya untuk membuka pembebasan manusia dari penindasan kekuatan-kekutan ekonomis”. Menurut Marx, dalam sistem ekonomi kapitalis yang mengutamakan profit, masing-masing kapitalis beruang mati-matian untuk mengeruk untuk sebanyak mungkin. Jalan paling langsung untuk mencapai sasaran itu adalah dengan penghisapan kerja kaum pekerja. Namun kaum pekerja lama-lama memiliki kesadaran kelas dan melawan kaum kapitalis.

Asumsi dasar :
Asumsi teori ini beranggapan bahwa kehidupan sosial dikuasai oleh kelompok kapitalis, atau sistem ekonomi yang ada saat ini adalah sistem ekonomi kapitalis. Dimana para pemegang kekuasaan selalu memperdaya buruh dalam bekerja. Para buruh selalu ditindas akan kekuasaan kapitalis, dari ketertindasan itu akhirnya para buruh menyadari semuanya dan memiliki kesadaran untuk melawan kaum kapitalis.

Contoh :
Sekelompok buruh yang melakukan aksi demo besar-besaran disebuah perusahaan dikarenakan gaji atau upah mereka tidak sesuai dengan apa yang mereka lakukan atau kerjakan.  Mereka merasa gaji mereka yang didapatkan sangat kecil dan tidak bisa memenuhi kebutuhan mereka dalam sehari-hari.

Teori Kritis (Frankfurt School)
Frankfurt School atau Sekolah Frankfurt merupakan aliran atau mazhab yang secara sederhana sering dipahami sebagai ”aliran kritis”. Farnkfurt School berasal dari pemikiran sekelompok ilmuwan German di bidang filsafat, sosiologi dan ekonomi yang tergabung ”the Institute for Sosial Research” yang didirikan di Frankfurt, Jerman pada tahun 1923.

Maksud teori  itu adalah membebaskan manusia dari pemanipulasian para teknokrat modern. (Sindhunata, 1983). Teori Kritik Masyarakat pada hakekatnya mau menjadi ”Aufklarung”. Aufklarung berarti : mau membuat cerah, mau mengungkap segala tabir yang menutup tabir, yang menutup kenyataan yang tak manusiawi  terhadap kesadaran kita. Teori Kritik Masyarakat mengungkapkan apa yang dirasakan oleh kelas-kelas tertindas, sehingga kelas-kelas ini menyadari ketertindasannya dan memberontak.

Dalam konteks kedua ini kemudian nama Jurgen Habermas menjadi sangat terkenal di kalangan akademisi komunikasi. Menurut Habermas penidasan tidak dapat bersifat total, tetapi masih ada tempat di mana manusia dapat mengalami ide kebebasan, sehingga selalu masih ada tempat berpijak untuk menentang penindasan. Tempat itu adalah komunikasi.

Temuan Habermas bahwa komunikasi adalah ”tempat ide kebebasan” dijelaskan Suseno sebagai berikut : ”Habermas memperlihatkan bahwa komunikasi tidak mungkin tanpa adanya kebebasan, Kita  dapat saja dipaksa atau didesak untuk mengatakan  ini atau itu, tetapi kita tak pernah dapat dipaksa untuk mengerti. Manangkap maksud orang lain pun tak pernah dapat dipaksakan. Begitu pula orang tak dapat dipaksa menyadari suatu kebenaran, untuk menyetujui suatu pendapat dalam hati, atau untuk mencinta seseorang. Dalam pengalaman komunikasi sudah tertanam pengalaman kebebasan”. (Sindhunata, 1983).

Asumsi dasar :
Asumsi teori ini yaitu membebaskan manusia dari pemanipulasian para teknokrat modern. Ketika sekelompok atau kaum-kaum yang tertindas itu menyadari ketertindasannya dan memberontak. Maka Jurgen Habermas muncul sebagai akademisi komunikasi. Dia berpendapat kalau ketertindasan yang dialami oleh sekelompok orang itu sifatnya tidak total dan dapat diubah. tetapi masih ada tempat di mana mereka dapat mengalami ide kebebasan, sehingga selalu masih ada tempat berpijak untuk menentang penindasan. Tempat itu adalah komunikasi. Komunikasi dipandang sebagai jalan keluar untuk menyelesaikan segala tindakan diluar aksi kekerasan. Kerena komunikasi tidak mungkin tanpa adanya kebebasan.

Contoh :
Dalam aksi protes terhadap pimpinan yang dilakukan oleh bawahan karena merasa akan ketidak nyamanan dalam berkeja (entah karena gaji yang minim atau kecil, atau peraturan-peraturan bekerja yang berlebihan), maka timbullah sikap untuk protes. Akan tetapi jalan keluar yang dipilih dalam aksi tersebut ialah dengan komunikasi. Komunikasi dianggap sebagai alat mediasi atau jalan keluar ketika mereka tidak lagi bisa menerima ketidak nyamanan dalam bekerja dan menyadari ketertindasan yang mereka alami.

Teori Feminis
Feminisme berdasar pada asumsi bahwa gender merupakan konstruksi sosial yang didominasi oleh pemahaman yang bias laki-laki dan menindas perempuan. Feminisme secara umum menantang asumsi dasar masyarakat dan mencari alternatif pemahaman yang lebih membebaskan, yaitu pemahaman yang meletakkan wanita dan pria dalam posisi yang seimbang. Feminisme secara garis besar dapat diklasifikasi menjadi dua golongan, yaitu feminisme liberal dan feminisme radikal. Feminisme liberal lebih kepada paham paham demokrasi liberal, yaitu bahwa keadilan mencakup juga jaminan terhadap kesamaan hak bagi semua individu. Sedangkan feminisme radikal, lebih kepada melihat persoalan tidak sebatas pada hak yang bersifat publik. Oleh karena itu, jika feminisme liberal beranggapan bahwa masalah gender dapat diatasi dengan distribusi hak secara adil, maka bagi feminisme radikal hal ini tidak menyelesaikan persoalan.

Misalnya, Perempuan menanggapi dunia secara berbeda dari laki-laki karena pengalaman dan aktivitasnya berbeda yang berakar pada pembagian kerja.

 Analisis Wacana
Teori analisis wacana termasuk dalam proses komunikasi yang menggunakan simbol-simbol, berkaitan dengan interpretasi dan peristiwa-peristiwa, di dalam sistem kemasyarakatan yang luas. Melalui pendekatan wacana pesan-pesan komunikasi, seperti kata-kata, tulisan, gambar-gambar, dan lain-lain, tidak bersifat netral atau steril. Eksistensinya ditentukan oleh orang-orang yang menggunakannya, konteks peristiwa yang berkenaan dengannya, situasi masyarakat luas yang melatarbelakangi keberadaannya, dan lain-lain. Kesemuanya itu dapat berupa nilai-nilai, ideologi, emosi, kepentingan-kepentingan, dan lain-lain.

Dalam khasanah studi analisis tekstual, analisis wacana masuk dalam paradigma kritis, suatu paradigma berpikir yang melihat pesan sebagai pertarungan kekuasaan, sehingga teks berita dipandang sebagai bentuk dominasi dan hegemoni satu kelompok kepada kelompok yang lain. Paradigma kritis melihat bahwa media bukanlah saluran yang bebas dan netral. Media justeru dimiliki oleh kelompok tertentu dan digunakan untuk mendominasi kelompok yang tidak dominan. Dengan kata lain, teks di dalam media adalah hasil proses wacana media (media discourse) Di dalam proses tersebut, nilai-nilai, ideologi, dan kepentingan media turut serta. Hal tersebut memperlihatkan bahwa media “tidak netral” sewaktu mengkonstruksi realitas sosial.
      
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar

Subscribe to RSS Feed Hashfi on Facebook Follow me on Twitter!